Kelelawar dalam gua peninggalan Jepang Desa Nita Kloang. |
Nita, SATU SIKKA.- Belum lama ini
ditemukan enam buah gua peninggalan di Wolon Korat Desa Nita Kloang Kecamatan
Nita. Dari enam gua, baru satu yang sudah dibersihkan dari semak- semak dan
tanah yang menutup mulut gua. Gua terpanjang yang ada kira-kira 200 meter.
Menurut
Aloysius Todang, 80 tahun, gua-gua tersebut merupakan peninggalan Penjajah
Jepang. Saat lokasi tersebut dijadikan markas dan tempat berlindung tentara
Jepang, tahun 1942, dirinya baru berusia 8 tahun.
“saya lahir
tahun 1938, saat Jepang datang dan menjadikan Wolon Klorat ini markas, saya
baru berusia delapan tahun, kelas dua SD kala itu. Seluruh areal ini dipakai
Jepang, ada enam gua yang mereka jadikan tempat berlindung.” Jelas Todang.
Menurut Todang
ada empat jenis gua perlindungan; memanjang, setengah lingkaran, bentuk huruf U
dan lubang bulat dengan dalam sekitar 1 meter sebagai tempat perlindungan sekaligus
sebagai tempat melakukan serangan balasan terhadap Sekutu. Sedangkan memanjang,
dibuat menyerupai saluran irigasi, parit. Namun diatasnya ditutupi dengan semak
atau daun kelapa kering agar tidak dilihat musuh dari atas udara.
Sementara yang
model U dan setengah lingkaran, menyerupai gua. Didalamnya terdapat beberapa
ruang bilik, yang ini menurut Todang sebagai tempat persembunyian.
Aloysius Todang |
Disekolah,
Todang dan teman-teman juga diajari bahasa Jepang. Hingga kini, Todang masih
sangat fasi berbahasa Jepang. Sepeninggal Jepang, gua-gua tersebut dibiarkan
terlantar. Tak ada yang mengurus. Dan lama kelamaan gua tersebut menjadi tempat
hunian binatang. Salah satunya adalah “drakula” alias nii (kelelawar).
Saat kami
masuk, gua Jepang ini tampak gelap. Sesekali terdengar suara “drakula” dan bunyi
kepak sayap saat beterbangan. Ketika cahaya senter diarahkan ke salah satu
sudut gua, tampak ada ratusan “drakula” bergelantungan dengan tatap mata yang
silau oleh cahaya senter.
Ada yang unik
dari jenis “drakula” ini, bertubuh kecil, memiliki gigi yang runcing dan warna
kulit pada tubuh adalah merah kekuning-kuningan dan sayap berwarna hitam. Saat
masuk, binatang malam ini sangat peka terhadap cahaya senter dan blitz kamera
foto. Merasa terusik “drakula” beterbangan kesana kemari.
Wolon Korat
terletak di ketinggian kira-kira satu kilometer dari permukaan laut, menurut
Todang, dari bukit ini Jepang memantau Kota Maumere. Dan disaat malam, jika
terjadi peperangan di Maumere, dari sini terlihat cahaya api seperti kembang
api.
Peninggalan
Jepang ini juga ada dibeberapa desa, salah satunya Desa Watuliwung. Jika
diperhatikan secara baik, warisan Tentara Jepang ini bisa dijadikan objek
wisata sejarah. (djo)
0 komentar:
Posting Komentar