Kamis, 18 September 2014

PENGUNGSI : kami “lapar”, kami pulang

Martinus Mangge, Perwakilan Korban Erupsi
Rokatenda di PaluE
Sudah satu tahun lebih masalah penanganan korban erupsi Gunung Api (GA) Rokatenda di PaluE belum terselesaikan. Adalah tugas dan tanggungjawab pemerintah untuk mengatasi masalah ini.
Perwakilan Pengungsi, Martinus Mangge, pada Evaluasi dan Penyusunan Pola Penanganan Pengungsi Korban Bencana Erupsi Rokatenda di Aula Hotel Wailiti, Selasa (16/09/2014) bersama Pemerintah menjelaskan banyak program. Banyak bantuan dan banyak pula rencana pemerintah dan berbagai pihak untuk mengatasi masalah – masalah yang dihadapi pengungsi. Kami patut ucapkan terima kasih.
Namun ada banyak rencana dan janji dari berbagai pihak yang belum ditepati. Karena lama menunggu dalam ketidakpastian, sebagian besar dari kami terpaksa pulang ke PaluE. Kembali memasuki zona merah di Kaki Gunung Rokatenda. Sekedar berkebun atau mencari apa yang tersisa untuk dimanfaatkan.

Kami “lapar”. Kami tidak saja lapar akan makan dan minum. Tapi kami juga “lapar” akan kebutuhan dasar lain. Tempat yang aman. Rumah. Pekerjaan. Pendidikan dan kesehatan.
“ditengah pergelutan kami dengan situasi ini, sebagai orang tua kami juga memikirkan masa depan anak. Tentang pendidikan mereka. Terutama memikirkan biaya pendidikan, sehingga sebagian besar pengungsi terpaksa pulang PaluE untuk mengambil hasil bumi yang tersisa disana untuk dijual. Terus terang, anak – anak kami sedang kuliah saat ini pun mengalami kebingungan, putusa asa. Bahkan ada yang minta pulang karena terbentur masalah biaya” ujar Mangge.
Kami sudah terima bantuan alat tenun. Hasil tenun sudah ada, namun yang kami hadapi saat ini adalah tempat pemasaran. Yang ada saat ini, harga beli tenunan kami dihargai sangat murah. Namun mau tidak mau, ditengah derah rasa “lapar” yang mencekik leher kami terpaksa menjual.
Memang. Cukup berat ujian sebagai pengungsi. Hingga kini, hati kami masih bergejolak, diantara siap dan tidak siap meninggalkan PaluE.
Disana tempat lahir kami, ada warisan budaya Pati Karapau yang harus kami tinggalkan atau kami bawa ? apakah kami harus siap kehilangan tanah warisan ? Dan. Apakah kami harus bisa meninggalkan makam leluhur kami disana ? Sendirian mereka tak terjaga.
Kepada Pemerintah, kami mita tolong. Tolong. Sekali lagi tolong. Berikan apa yang kami butuhkan. Sudah setahun lebih kami hidup dipengungsian. Tak tentu arah.
“kami berharap agar tanah yang mau diberikan kepada kami supaya jelas statusnya. Kami tidak ingin ada bencana keributan soal hak guna tanah. Siapkan bagi kami tempat pemasaran tenun ikat yang sudah kami buat” harap Mangge.
Hadir mendengarkan curhan hati pengungsi, Wakil Bupati Sikka Drs. Paolus Nong Susar. Direktur Penanganan Pengungsi dari Kedeputian Penanganan Darurat BNPB Jakarta, Ir. Taufik Kartiko Msi,  Perwakilan Kementerian Kesehatan RI Ina Agustina Isturini, Pihak Diretorat Jenderal Cipta Karya Pekerjaan Umum Risnandi. Direktorat Rumah Pandai Kanaya Tabita, Dompet DHUAFA Mochamad Syaiban, dan Pihak SKPD terkait yang ada di Kabupaten Sikka, antara lain Dinas Kesehatan, Dinas PPO, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas PU dan  Dinas Kelautan dan Perikanan.
Menanggapi ini,  Wakil Bupati Sikka Drs. Paolus Nong Susar, adalah tugas kami, pemerintah. Untuk memberikan perlindungan dan rasa aman bagi korban bencana. Namun tidak semua rencana pemerintah bisa dikerjakan dalam satu waktu.
“harus kita pahami. Bahwa penanganan korban bencana tentunya dilakukan bertahap. Tidak bisa sekaligus. Melalui perencanaan dan pendekatan kepada pengungsi.” Jelas Paolus.
Segala kritik, baik dari pengungsi maupun dari pihak lain, kami terima. Kami catat untuk kami carikan jalan keluar. Kekurangan dilapangan yang dialami pengungsi supaya dikomunikasikan dengan baik untuk dilengkapi.
Perhatian dan bantuan dari berbagai pihak harus “ditangkap”. Diterima guna memenuhi dan melengkapi kekurangan kita semua.
Sementara, Ir. Taufik Kartiko Msi, Direktur Penanganan Pengungsi dari Kedeputian Penanganan Darurat BNPB Jakarta,  mengharapkan agar pengungsi siap bekerja sama dan menerima segala bentuk perhatian dari Pemerintah dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM).
“sebab jika tidak menerima ini, semua yang telah dianggarkan akan dikembalikan ke Kementerian Keuangan. Demikian bantuan pihak LSM akan dibawa pulang. Lantas kapan masalah ini akan selesai ?” Ujar Kartiko
Dalam kajian Tim BNPB Jakarta dan LSM yang datang, Relokasi Pengungsi ke Pulau Besar adalah masalah prioritas yang butuh penanganan segera. Untuk itu, masukan dan harapan korban erupsi akan diperhatikan.

Konsepnya, ada pembangunan jalan, pembangunan dan peningkatan status fasilitas pemerintah yang ada disana. Menangani masalah air bersih. MCK. Listrik dan lainnya. Tentunya kehadiran pengungsi juga membawa perubahan bagi masyarakat di Pulau Besar. Ada banyak pendekatan pelayanan yang akan ikut “dinikmati” masyarakat disana.***

0 komentar:

Posting Komentar

JADWAL KEGIATAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI SIKKA : * Selasa (26 Januari 2016). Rapat Paripurna di Aula DPRD Kabupaten Sikka. Jam 09.00 WITA.** Rabu (27 Januari 2016) Hadiri Acara Pembukaan Lamun di Patisomba. Jam 09.00 WITA. .-jadwal sewaktu - waktu bisa berubah. Terima Kasih.