Martinus Mangge, Perwakilan Korban Erupsi Rokatenda di PaluE |
Sudah
satu tahun lebih masalah penanganan korban erupsi Gunung Api (GA) Rokatenda di
PaluE belum terselesaikan. Adalah tugas dan tanggungjawab pemerintah untuk
mengatasi masalah ini.
Perwakilan
Pengungsi, Martinus Mangge, pada Evaluasi
dan Penyusunan Pola Penanganan Pengungsi Korban Bencana Erupsi Rokatenda di
Aula Hotel Wailiti, Selasa (16/09/2014) bersama Pemerintah menjelaskan banyak
program. Banyak bantuan dan banyak pula rencana pemerintah dan berbagai pihak
untuk mengatasi masalah – masalah yang dihadapi pengungsi. Kami patut ucapkan
terima kasih.
Namun ada banyak rencana dan janji
dari berbagai pihak yang belum ditepati. Karena lama menunggu dalam ketidakpastian,
sebagian besar dari kami terpaksa pulang ke PaluE. Kembali memasuki zona merah
di Kaki Gunung Rokatenda. Sekedar berkebun atau mencari apa yang tersisa untuk
dimanfaatkan.
Kami “lapar”. Kami tidak saja
lapar akan makan dan minum. Tapi kami juga “lapar” akan kebutuhan dasar lain.
Tempat yang aman. Rumah. Pekerjaan. Pendidikan dan kesehatan.
“ditengah pergelutan kami dengan
situasi ini, sebagai orang tua kami juga memikirkan masa depan anak. Tentang
pendidikan mereka. Terutama memikirkan biaya pendidikan, sehingga sebagian
besar pengungsi terpaksa pulang PaluE untuk mengambil hasil bumi yang tersisa
disana untuk dijual. Terus terang, anak – anak kami sedang kuliah saat ini pun
mengalami kebingungan, putusa asa. Bahkan ada yang minta pulang karena
terbentur masalah biaya” ujar Mangge.
Kami sudah terima bantuan alat
tenun. Hasil tenun sudah ada, namun yang kami hadapi saat ini adalah tempat
pemasaran. Yang ada saat ini, harga beli tenunan kami dihargai sangat murah.
Namun mau tidak mau, ditengah derah rasa “lapar” yang mencekik leher kami
terpaksa menjual.
Memang. Cukup berat ujian sebagai
pengungsi. Hingga kini, hati kami masih bergejolak, diantara siap dan tidak
siap meninggalkan PaluE.
Disana tempat lahir kami, ada
warisan budaya Pati Karapau yang harus kami tinggalkan atau kami bawa ? apakah
kami harus siap kehilangan tanah warisan ? Dan. Apakah kami harus bisa
meninggalkan makam leluhur kami disana ? Sendirian mereka tak terjaga.
Kepada Pemerintah, kami mita
tolong. Tolong. Sekali lagi tolong. Berikan apa yang kami butuhkan. Sudah
setahun lebih kami hidup dipengungsian. Tak tentu arah.
“kami berharap agar tanah yang mau
diberikan kepada kami supaya jelas statusnya. Kami tidak ingin ada bencana
keributan soal hak guna tanah. Siapkan bagi kami tempat pemasaran tenun ikat
yang sudah kami buat” harap Mangge.
Hadir mendengarkan curhan hati
pengungsi, Wakil Bupati Sikka Drs. Paolus Nong Susar. Direktur Penanganan
Pengungsi dari Kedeputian Penanganan Darurat BNPB Jakarta, Ir. Taufik Kartiko
Msi, Perwakilan Kementerian Kesehatan RI
Ina Agustina Isturini, Pihak Diretorat Jenderal Cipta Karya Pekerjaan Umum
Risnandi. Direktorat Rumah Pandai Kanaya Tabita, Dompet DHUAFA Mochamad
Syaiban, dan Pihak SKPD terkait yang ada di Kabupaten Sikka, antara lain Dinas
Kesehatan, Dinas PPO, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas PU
dan Dinas Kelautan dan Perikanan.
Menanggapi ini, Wakil
Bupati Sikka Drs. Paolus Nong Susar, adalah tugas kami, pemerintah. Untuk
memberikan perlindungan dan rasa aman bagi korban bencana. Namun tidak semua
rencana pemerintah bisa dikerjakan dalam satu waktu.
“harus kita pahami. Bahwa
penanganan korban bencana tentunya dilakukan bertahap. Tidak bisa sekaligus.
Melalui perencanaan dan pendekatan kepada pengungsi.” Jelas Paolus.
Segala kritik, baik dari pengungsi
maupun dari pihak lain, kami terima. Kami catat untuk kami carikan jalan
keluar. Kekurangan dilapangan yang dialami pengungsi supaya dikomunikasikan
dengan baik untuk dilengkapi.
Perhatian dan bantuan dari
berbagai pihak harus “ditangkap”. Diterima guna memenuhi dan melengkapi
kekurangan kita semua.
Sementara, Ir. Taufik Kartiko Msi,
Direktur Penanganan Pengungsi dari Kedeputian Penanganan Darurat BNPB Jakarta, mengharapkan agar pengungsi siap bekerja sama
dan menerima segala bentuk perhatian dari Pemerintah dan Lembaga Sosial
Masyarakat (LSM).
“sebab jika tidak menerima ini,
semua yang telah dianggarkan akan dikembalikan ke Kementerian Keuangan.
Demikian bantuan pihak LSM akan dibawa pulang. Lantas kapan masalah ini akan
selesai ?” Ujar Kartiko
Dalam kajian Tim BNPB Jakarta dan
LSM yang datang, Relokasi Pengungsi ke Pulau Besar adalah masalah prioritas
yang butuh penanganan segera. Untuk itu, masukan dan harapan korban erupsi akan
diperhatikan.
Konsepnya, ada pembangunan jalan,
pembangunan dan peningkatan status fasilitas pemerintah yang ada disana.
Menangani masalah air bersih. MCK. Listrik dan lainnya. Tentunya kehadiran
pengungsi juga membawa perubahan bagi masyarakat di Pulau Besar. Ada banyak
pendekatan pelayanan yang akan ikut “dinikmati” masyarakat disana.***
0 komentar:
Posting Komentar