Wakil Bupati Sikka. Drs. Paolus Nong Susar |
Maumere,
SATU SIKKA.- Sesuai
aturan Hak Guna Usaha (HGU) di Nangahale
Kecamatan Waigete yang di kelola pihak Misi kewenangannya ada pada Badan
Pertanahan Nasional (BPN) di Jakarta. Sehingga Pemerintah Kabupaten Sikka,
bersama DPRD Sikka dan Masyarakat Adat yang kini menduduki areal HGU Nangahale
perlu duduk bersama untuk mengkonsultasikan masalah ini ke Jakarta.
Demikian
hal ini disampaikan Wakil Bupati Sikka Drs. Paolus Nong Susar, dalam rapat
dengar pendapat bersama DPRD Sikka dan Masyarakat Adat dari Tana Pu’an Suku
Soge dan Tana Pu’an Sukk Goba. Di Aula Kulababong DPRD Sikka. Jl. El Tari
Maumere. Rabu (17/09/2014) pagi.
“Tanah
HGU yang berada di Nangahale masih merupakan kewenangan pemerintah pusat,
sehingga kami tidak bisa menyelesaikan masalah ini dengan cepat. Namun untuk
menyelesaikan masalah ini pun kami tetap mengacuh pada aturan hukum yang ada”
jelas Paolus.
Untuk
itu, Paolus sangat mengharapkan agar masyarakat tidak melakukan tindakan yang
melanggar hukum. Sebab ini tentunya akan merugikan kita semua.
Menurut
Kepala Bagian Pemerintahan Umum Sekertariat Daerah Kabupaten Sikka, Yoseph
Benyamin, SH. bahwa berdasarkan data yang ada, tanah HGU Nangahale dikuasai
sejak tahun 1912 oleh sebuah Perusahaan Belanda yaitu Amsterdam Soenda Compagni yang berkedudukan di Amsterdam (Belanda).
Ini sesuai dengan surat keputusan Residen Timor En Onder Hoorigdeen tertanggal
11 September 1912 Nomor 264. Luas seluruhnya sekitar 1.438 hektar. Saat itu
areal ini digunakan untuk penanaman kapas dan kelapa.
Kemudian
pada tahun 1926 areal perkebunan Nangahale
tersebut dijual oleh pengusaha Belanda kepada Apostholishe Vicariaad Van
de Klaine Soenda Ellanden dengan harga F.22.500.-
Baru
pada tahun 1979 setelah diberlakukannya UUPA, terbitlah Keppres No. 32 Tahun
1979 tentang pokok – pokok kebijaksanaan dalam rangka pemberian hak baru atas
tanah asal konversi hak – hak barat, maka pemegang konsensi (Keuskupan Agung
Ende) mengajukan permohonan hak guna usaha atas tanah perkebunan Nangahale.
Yang pengelolaannya dilakukan PT Diag (sekarang berganti nama PT Krisrama).
Berdasarkan
permohonan PT. Diag untuk memperoleh HGU atas tanah perkebunan Nangahael, maka
dengan Keputusan Badan Pertanahan Nasional Nomor 4/HGU/89 tanggal 5 Januari
1989 diberikan HGU kepada PT Diag dengan lama penggunaan 25 tahun. Dan berakhir
pada 31 Desember 2013. Dan sesuai Diktum
ketiga huruf F dinyatakan HGU ini akan diperpanjang dengan jangka waktu
paling lama 25 tahun, berdasarkan penilaian dari pemerintah pusat.
“jadi
perolehan HGU oleh pihak Keuskupan adalah sah secara hukum. Dan kewenangan HGU
ini ada pada pemerintah pusat di Jakarta” jelas Benyamin.
Menanggapi
ini Anggota DPRD Sikka, Markus Melo, mengusulkan agar untuk penyelesaian
masalah HGU perlu dibentuk tim dan dikonsultasikan ke BPN Pusat di Jakarta.
Sebab berdasarkan pengalamannya terkait masalah sertifikasi guru.
“seperti
masalah sertifikasi guru. Kita ribut – ribut disini. Dan setelah berkonsultasi
ke Jakarta semua masalah jadi jelas dan kini semua diam. Sehingga usul saya hal
yang sama perlu dikonsultasikan ke BPN Jakarta” usul Melo.
Mengakhiri
Rapat Dengar Pendapat Soal HGU Nangahale, Ketua DPRD Sikka Rafael Raga,Spi.
Menyimpulkan antara lain perlu dibentuk tim untuk melakukan kajian terhadap
Tanah HGU terutama terkaik bukti – bukti hak ulayat Masyarakat Adat Suku Soge
dan Suku Goba.
Juga
perlu dilakukan persiapan untuk mengkonsultasikan hal ini ke BPB Pusat di
Jakarta. Terakhir perlu dilakukan persiapan regulasi hukum dan peraturan
perundang – undangan sehingga dipandang perlu membuat perda tentang hak
masyarakat atas tanah ulayat. (djo)
0 komentar:
Posting Komentar